Selasa, 04 Desember 2012

memaknai sabar



Antara sungguh-sungguh dan sukses itu
tidak bersebelahan,
tapi ada jarak..
Jarak ini bisa hanya satu sentimeter,
tapi bisa juga ribuan kilometer..
Jarak ini bisa ditempuh dalam hitungan detik,
tapi juga bisa puluhan tahun..

Jarak antara sungguh-sungguh dan sukses
hanya bisa diisi sabar..
Sabar yang aktif,
sabar yang gigih,
sabar yang tidak menyerah,
sabar yang penuh dari pangkal sampai ujung yang paling ujung..
Sabar yang bisa membuat sesuatu
yang tidak mungkin menjadi mungkin,
bahkan seakan-akan itu sebuah keajaiban dan keberuntungan..
Padahal keberuntungan adalah hasil kerja keras, doa, dan sabar yang berlebih-lebih..

-Ahmad Fuadi dalam buku Ranah Tiga Warna-

Kesadaran adalah matahari
Kesabaran adalah bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata
-W.S. Rendra-

hm.. Belakangan, saya mencoba berpikir apa sih itu sabar. 
setau sy sabar itu begitu ringan dilidah. hhe. whatever... 
Sadar atau tidak, sabar seringkali hanya dipahami sebagai sifat statis. Sikap pasrah, tanpa perlawanan, menyerah pada kondisi, atau berhenti pada keadaan. Sebenarnya apa sih makna sabar yg sesungguhnya ?

Kalo ditinjau dari sisi Agama kita diperintahkan untuk sabar. Mungkin kaum Marxis memahami sabar sebagai tindakan statis seperti yang saya sebutkan di atas sehingga mereka menjudge bahwa agama adalah candu masyarakat. Menurut mereka agama itu seperti narkotika yang membuat mereka memiliki angan-angan akan akhirat, melalaikan mereka dari memperjuangkan hak-haknya yang terampas, menjadikan mereka tunduk pada penguasa yang berbuat aniaya, serta patuh pada aturan si penguasa zalim. Kalau sabar itu maknanya berarti sikap statis seperti saya yang sebutkan, saya kira wajar kalau ada orang-orang yang berpikir bahwa agama itu adalah candu masyarakat, tapi apa bener sabar bermakna seperti itu?

Pengetahuan dan pemahaman saya terhadap agama masih sangat sangat saaaangat dangkal, rasanya kurang pantas menjelaskan makna sabar. Akan tetapi, kalau boleh berpendapat, saya tidak sepakat dengan makna sabar di atas. Jika kita membaca Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan sabar. Diantaranya:
  • Jadikan sabar dan salat sebagai penolongmu...( QS 2 : 45)..
  • dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. ( QS 8:46)
  • ...bersabarlah kamu dan kuatkan sesabaranmu...( QS 3:200)
  • dan masih banyak lagi.

Allah mencintai orang-orang yang sabar. Islam memerintahkan kita untuk bersabar. Namun, jika sabar diartikan sebagai sikap pasif atau statis, mengapa kaum muslimin di Afganistan begitu gencar melakukan perlawanan terhadap penjajahan Uni Soviet pada dekade 80an? Mengapa penduduk Palestina membentuk gerakan intifadhah, gerakan yang melawan penindasan dan pendudukan yang dilakukan Zionis Israel? Mengapa Jenderal Soedirman begitu lantang meneriakan ayat-ayat jihad untuk membakar semangat pejuang pribumi untuk menghadapi Belanda? Mengapa Bung Tomo begitu bersemangat berorasi di depan rakyat Surabaya untuk menghadapi Sekutu dengan kalimat pembuka Bismillahirrahmanirrahim dan berteriak lantang Allahu Akbar? Raffles juga pernah menulis bahwa zaman kolonial dulu, jumlah ulama dan santri tidak lebih dari sepersembilan belas total penduduk jawa, tapi perlawanan terhadap pemerintahan kolonial ,ujar Raffles,justru paling gencar dan merepotkan pemerintahan kolonial berasal dari kalangan ulama dan santri. Jika sabar dalam Islam berarti sikap statis dan pasif, mengapa para ulama justru menjadi motor penggerak perubahan ?

Pagi tadi, setelah membaca Al-Qur’an usai subuh saya membaca arti dari bagian surat Al-Baqarah yang berisi kisah heroik. Ya, kisah Daud dan Jalut. Pertempuran terjadi antara Jalut dengan jumlah pasukan yang banyak melawan pasukan Thalut dengan pasukan yang lebih sedikit –yang di dalamnya ada Daud. Saat pertempuran dimulai, pasukan Thalut berdo’a : ” Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kokohkan langkah kami, dan tolonglah kami melawan orang-orang kafir.” Kok bisa ya lagi perang minta sabar? baiklah, sy simpulkan, bahwa kesabaran bukan sikap statis dan pasif. Sabar itu dinamis!


Bersabar berarti kesetiaan pada cita-cita...

Seperti kesetiaan Sultan Muhammad Al-Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel. Sebuah kota yang sangat strategis posisinya hingga dikatakan bahwa jika dunia ini satu negara maka Konstantinopel-lah yang layak jadi ibukotanya. Selalu terngiang oleh Sultan sebuah hadits : ” Konstantinopel pasti akan dibebaskan di tangan seorang pemuda, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” Dia setia pada cita-citanya, ia pun berusaha menjadi sebaik-baiknya pemimpin maka sejak balig ia tak pernah meninggalkan salat jamaah, shaum sunnah, salat qiyamullail, dan ibadah-ibadah lainnya, di samping mempelajari strategi tempur dan belajar agama tentunya. Hingga pada tahun 1453 M, saat usianya 24 tahun, impiannya terwujud. Kontantinopel jatuh ke tangan kaum muslimin. Hebatnya lagi dalam orasinya Al-Fatih bertutur :“ Kalian telah menaklukan Konstantinopel sesuai dengan hadits Rasulullah. Beliau pasti bahagia dengan kemenangan ini. Tapi beliau melarang pembantaian. Bahkan, memerintahkan agar berlemah lembut dengan masyarakat dan berlaku sopan terhadap mereka.”


Bersabar berarti keteguhan pada perjuangan...

Seperti keteguhan Bung Tomo dan rakyat Surabaya dalam berjuang menghadapi tentara Sekutu. Bayangkan, saat itu di bulan November 1945 mereka harus menghadapi sekitar 30 ribu pasukan Sekutu yang memiliki persenjataan yang lebih canggih dan puluhan pesawat tempur. Secara matematis mungkin kekuatan tempur pejuang Surabaya kalah, tapi mereka tetap bertempur. Kenapa? Karena mereka yakin bahwa cara yang benar merespon penjajahan adalah dengan perlawanan, menang atau kalah tetap terhormat. Karena mereka yakin mempertaruhkan nyawa untuk meninggikan derajat bangsa di mata dunia adalah sesuatu yang benar maka mereka terus berjuang.

“ Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih (jadi) merah dan putih maka selama itu tidak akan menyerah kepada siapapun juga.”
-Bung Tomo-

Seperti juga keteguhan Abu Ubaidah bin Jarah saat ditugaskan memimpin pasukan ke medan pertempuran berat dengan bekal makanan hanya sekantung kurma yang jika dihitung-hitung setiap orang mendapat satu kurma setiap hari. Mereka merendam kurma dan menghisapnya seperti bayi menghisap susu ibunya. Dan mereka menang..
Mereka yang bersabar ,teguh pada perjuangan.


Bersabar berarti berpegang erat pada prinsip...

Seperti Yusuf. Dari 114 surat yang ada di Al-Qur’an, surat Yusuf merupakan salah satu surat favorit saya. Bukan karena ketampanan saya yang hanya berbeda sedikit dengan Nabi Yusuf(Tampan? Nahloh =D), tetapi karena hikmah dan keindahan bahasa yang luar biasa. Banyak pelajaran yang bisa kira peroleh dari surat ini, diantaranya tentang keteguhan hati seorang pemuda dan kecakapannya mengelola sebuah negara. Ada bagian menarik yang sesuai dengan konteks kesabaran, yakni saat Yusuf digoda istri Al-Aziz (majikannya) di Mesir. Saat tak ada orang yang tahu selain mereka berdua, istri Al-Azis berkata, “ Marilah mendekat kepadaku.” Bayangkan, seorang pemuda di goda untuk bercumbu saat orang lain tak ada yang tahu. Digoda oleh wanita yang kaya dan cantik ( mungkin)...

Intermezzo : Sebenarnya tidak disebutkan cantik atau tidak. Tapi kemungkinan besar sih cantik karena Yusuf pun sebenarnya ada keinginan kepadanya (lihat ayat 24), dia orang kaya (kemungkinan cantik lebih besar karena doyan dandan juga perawatan daripada orang miskin), dan setahu saya orang Mesir kebanyakan cantik. Kalau sekarang mungkin bisa kita ibaratkan seperti tante girang yang suka dandan dan kongkow-kongkow.

Yusuf sebenarnya berkehendak terhadap wanita tersebut, tapi karena memegang teguh prinsip dan ia takut kepada Allah, ia menolak dengan tegas. ” Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” Walau karena keputusannya ia harus mendekam dipenjara gara-gara keluarga majikannya takut rahasia istrinya terbongkar, Yusuf tetap teguh pada prinsip. “ Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada mengikuti ajakan mereka.”

Di titik ini Yusuf bersabar. Ia berpegang erat pada prinsipnya, mengendalikan hawa nafsu. Kadang saya berpikir sedikit liar dan nakal, apa yang terjadi jika Yusuf memenuhi keinginan istri majikannya? Mungkin ia tak akan dipenjara. Ia tak akan bertemu tahanan raja yang menjadi informan bagi dirinya untuk menakwilkan mimpi sang raja. Ia tak akan jadi bendahara Mesir. Dan kisahnya tak akan seagung seperti yang kita bisa baca saat ini.


Sabar, sebuah kerja besar...

Kanvas sejarah kemanusiaan tak pernah dihiasi oleh orang-orang kerdil yang hidup dengan menghindari resiko atau orang yang hidupnya datar tanpa masalah. Orang-orang besar dalam sejarah manusia adalah orang-orang yang hidup dengan masalah, tetapi ia mampu merespon masalah, menjadikan masalah sebagai arena pertarungan sekaligus tempatnya berkarya. Ia menghadapi masalah dengan tetap setia pada cita-cita, tetap teguh pada perjuangan, dan berpegang erat pada prinsip. Dan jika kita rangkum kerja-kerja besar tersebut dalam sebuah kata, -Dan cukuplah SABAR sebagai sebuah kerja besar-
Last,


Apa yang ditulis, belum sepnuhnya sy kerjakan..

Mohon maaf atas semua salah & khilaf
teruntuk my lav familly, sungguh dari kalianlah aku belajar menyelami kesabaran :')
Semoga kita semuany snantiasa dilimpahkan kesabaran ya. Amin Allahumma amiin