Sabtu, 12 Oktober 2013

Orientasi Belajar Kita

...
Kita berada di dalam pusaran tata warna
yang ajaib dan tak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar 
ke arah udara
...
-Sajak Anak Muda by W.S. Rendra-

Nasihat menohok dari pemilik warung...

Kadang saya memikirkan peristiwa-peristiwa kecil di sekitar saya, baik yang saya lihat maupun dengar. Lintasan-lintasan pikiran tentang peristiwa-peristiwa itu kadang sulit sekali saya hilangkan. Bahkan, tak jarang terbawa sampai mimpi. Tak jarang ketika saya baru terbangun dari tidur saya langsung mendapat ide untuk memecahkan masalah-masalah di sekitar saya atau setidaknya pada kondisi tersebut memudahkan saya untuk berpikir dan mendapat inspirasi.

Ada satu peristiwa yang hingga saat ini menggelayut di otak saya. Pekan lalu kapan dulu saat saya bersama beberapa kawan saya jalan-jalan refresh ke lembangnya sumsel versi palembang. Pagar Alam. Di sekitar kebun teh saya bertemu dengan seorang pemilik warung yang memperkenalkan dirinya dengan kuniah Abu Anas. Walaupun terkadang penampilan itu menipu dan menurut saya tidak substansial, dari luar dia tampak seperti orang yang taat beragama: berpeci, ujung celana diatas mata kaki, dan janggut panjang. 

Singkat cerita beliau mengajak kami berdiskusi. Diskusi berlangsung cukup panjang dengan tema yang cukup luas dari seputar wisata pagar alam, tujuan hidup, hakikat ilmu, modernisasi, cara menjalani hidup, dan lain-lainnya. Banyak perbedaan pendapat antara saya dan dia. Ingin rasanya mendebat tapi waktu sudah sore dan kami belum sempat ke tempat-tempat lainnya kemudian kami mohon pamit. Namun, ada sepenggal nasehatnya yang cukup menampar dan melekat di fikiranku. Bahkan sampai detik ini. Beliau menjelaskan tentang tanggung jawab orang-orang berilmu. Menuntut ilmu itu wajib tapi ketika ilmu telah didapat maka tanggung jawab seseorang bertambah. Ilmu itu dituntut untuk diamalkan ,menjadi sebuah tindakan. Toh yang meyelamatkan kita di hari akhir nanti adalah amalan kita, bukan ilmu. Lantas saya bertanya pada diri saya, “Sudah benarkah orientasi saya belajar, mendengarkan kuliah, membaca buku? Apa benar untuk jadi  tindakan atau sekadar pengetahuan beku?”


Paradoks, di mana salahnya?

Barangkali sering kita temukan paradoks. Mengapa ada seorang yang pandai matematika di kelas tapi ia kesulitan memecahkan persoalan sehari-hari yang membutuhkan logika matematika sederhana? Mengapa ada lulusan pesantren yang tidak bermoral? Mengapa ada psikolog yang tidak peka dan empati pada keadaan sekitarnya? Mengapa ada mahasiswa manajemen yang mengelola waktu atau sekedar memimpin rapat tidak efisien? Kenapa seorang mahasiswa teknik elektro tidak tahu cara  memperbaiki kabel listrik rumah yang rusak? Atau mengapa seorang mahasiswa informatika tak mampu mengidentifikasi kerusakan pada komputernya?

Setelah saya renungkan, mereka (juga saya) memiliki kesalahan dalam orientasi belajar. Menuntut ilmu sekadar untuk menjadi pengetahuan atau mendapat nilai. Terkadang hanya terpaku pada kerangka teoretis tanpa mengaitkannya dengan realita sehingga ilmu terbentur pada goresan kertas soal, layar proyektor, atau langit-langit kelas yang rendah. Mungkin lebih parah, saat belajar formal di ruang kelas hanya menjadi rutinitas atau salah satu fase dalam hidup sehingga merasa hidup “aman” dan “nyaman” dengan mengikuti mainstream : sekolah, kuliah, kerja, kaya, menikah, punya anak, lalu mati.

“ The aim of study is action, not knowledge.” ( Herbert Spencer)

Belajar dari Sayyid Quthb

Seolah ulu hati saya serasa remuk saat membaca buku Sayyid Quthb, Ma’alim Fiththariq. beliau menjelaskan bahwa kehebatan generasi sahabat bukan semata-mata karena di sana ada rasulullah, sebab jika ini jawabannya berarti Islam tidak rahmatan lil ‘alamin. Kehebatan mereka terletak pada semangat mereka untuk belajar lalu secara maksimal mengamalkannya. Mereka mengambil ilmu langsung dari sumber yang terpercaya, mereka melepaskan ikatan emosional dengan kejahiliahan, dan yang terpenting menurut Sayyid Qutb : mereka menuntut ilmu dengan kesiapan diri yang sangat tinggi untuk bertindak, laksana prajurit yang bersiap menunggu titah komandan.


Sedikit kesimpulan dari perenungan..
Secara akademik, ah, saya jauh dari kategori mahasiswa berotak cemerlang. Saya juga tidak biasa membaca buku-buku filsafat, membicarakan hal-hal bersifat filosofis teoritis dan berat seperti beberapa kawan2 saya. Tetapi, kalau disuruh menjelaskan apa itu pendidikan,  saya akan berkata  bahwa pendidikan itu ialah proses perubahan dan perbaikan manusia menuju titik kesempurnaan, sedangkan titik kesempurnaan itu bukan berarti bisa segalanyaaa, tapi kondisi saat manusia itu mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Lalu bagaimana mengetahui titik optimalnya? Sederhana, yaitu saat umur kebaikannya jauh lebih lama dari umur hidupnya. Pada intinya, pendidikan itu berarti perubahan, perubahan individu maupun perubahan kolektif. Jika seseorang yang mengaku telah berpendidikan, tapi ia tidak bisa merubah dirinya  dan lingkungan sosialnya maka pada hakikatnya ia belum terdidik. Terlepas dari kebengisannya, saya kagum pada Lenin, karena di tangannya, Communist Manifest-nya Karl Marx bisa jadi revolusi Bolshevik menggulingkan kekuasaan Tzar di Rusia. Pun juga dengan Khomeini, karena ditangannya Al-Qur’an mampu menjadi sumber inspirasi bagi Revolusi Iran tahun 1979 mengulingkan Shah Reza yang tiran lagi korup.

Kesimpulannya, orientasi belajar adalah tindakan, buka sekadar pengetahuan. Seseorang yang belajar harus mampu ikut memperbaiki untuk lingkungan sosialnya, atau sekurang-kurangnya memperbaiki dirinya sendiri. Biarpun kecil, menulis juga tindakan. Mungkin ada yang mencibir, “ Ah, berwacana, ga ada perubahan !!” Seumur hidupnya, tak ada satu pun perubahan sosial yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh Karl Marx. Tapi berkat tulisannya, banyak perubahan sosial dan revolusi terjadi...

#sekedar coratcoret pengingat diri kalo2 lg berat ngantor, kuliah, kontribusi, beramal, dan ibadah. Istiqomah fa yaaa, SEMANGAAAT:)!  Biar kita jadi anak baik.. biar kita jadi anak sholihah. huks

Tidak ada komentar: