Selasa, 15 November 2011

Kata yang Berubah Jadi Panah


Jika kau tak dapat berjuang menggunakan senjata atau kekuasaanmu, minimal kamu berjuang melalui tulisan.

Di era tahun 70 sampai 90, koran adalah media luar biasa untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, sastrawan dan jurnalis bahu membahu menuliskan berlembar-lembar kalimat yang bisa menggugah, kalimat yang menyentil bahkan kalimat yang menyatukan. Mereka menggunakan peluru kata untuk memberantas semua hal buruk. Mereka menggunakan tulisan untuk memperbaiki negaranya.

Berbeda dengan sekarang ini, semakin banyak media yang menjadi entitas, tak lagi media. Karena media seharusnya bisa menjadi alat bagi siapa saja. Tapi sekarang media seperti punya kriteria khusus, siapa yang boleh lewat. Sayangnya, tak begitu transparan apa kriteria itu. Terutama bagi rakyat.

Kurindukan peran menggelegar Kartini dengan tulisannya, M. Natsir dengan tulisannya, Soe Hok Gie dengan tulisannya, Chiril Anwar dengan tulisannya. Mereka para pejuang yang mengucurkan darahnya lewat malam-malam yang habis untuk menulis, malam-malam yang habis untuk membaca, dan siang-siang yang tak cukup untuk melihat kondisi sekitarnya.

Hati nurani mereka bersih. Untuk itulah hasilnya mengalir hingga saat ini. Semangat yang dihasilkan tak lekang oleh jaman. Mereka yang berjuang dengan tulisan.

Tak banyak yang berkehendak menjadi pejuang, pun sekedar dengan menulis. Jika dengan beberapa huruf bisa kau ubah dunia, apakah kau akan membuang kesempatan beberapa huruf untuk jadi basa basi belaka? Kau yang memilih. Sendiri. Apa kau mau merubah kata menjadi panah atau cuma seserpih rupiah bahkan sekedar waktu yang terbuang percuma?



Dan selanjutnya adalah memenuhi hak buku-buku itu.
Ayo baca baca baca bacaaaaaaa, Tulis tulis tulis tuliiiiiiiiiiissss
one day one note wOkey? berusaha ;)!

Tidak ada komentar: